Makanan satu ini sangat kontroversial, meskipun tanpa bau saat memakannya namun rasanya orang-orang di sekeliling sudah terlebih dahulu menutup hidung sambil mencibir. Sebagai orang Sunda yang sebagian besar menggemari lalab atau lalapan; cibiran yang sama meskipun tanpa maksud menyakiti sering saya temukan, terutama saat makan nasi timbel, ayam goreng dan teman-temannya berupa sayur-sayuran segar yang mentah seperti kacang panjang, buncis, leunca, terong bulat, daun selada, daun surawung atau kemangi atau basil serta potongan mentimun. Kayak kambing aja! Jengkol atau Jering atau Pithecollobium Jiringa atau Pithecollobium Labatum adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara, termasuk yang digemari di Malaysia, Thailand dan Indonesia terutama di wilayah Jawa Barat yang seharinya dikonsumsi 100 ton. Ah, masih sedikit! Jengkol termasuk tanaman polong-polongan. Buahnya berupa polong dan bentuknya gepeng berbelit, berwarna lembayung tua. Biji buah berkulit ari tipis dengan warna coklat mengilap. Jengkol akan membuat kehebohan saat memasaknya dan setelah diproses oleh pencernaan, yaitu menimbulkan bau yang katanya tak sedap. Bau yang berlebihan tersebut dibuang saat direndam dan direbus, selain supaya biji jengkol tersebut menjadi lunak. Paling sering dihidangkan dengan cara disemur setelah dibelah menjadi dua bagian dan ditumbuk-tumbuk hingga lebih gepeng. Setelah disemur dan kemudian disantap; bau jengkol tersebut nyaris tidak tercium lagi, rasanya enak. Sering pula diplesetkan semur jengkol disebut sebagai ati maung. Bau jengkol akan muncul lagi saat membuang air seni. Saat dicerna jengkol akan menyisakan zat yang disebut asam jengkolat (jencolid acid) yang dibuang ke ginjal. Di sinilah efek yang sering ditakuti oleh orang-orang, yaitu jengkoleun atau jengkolan. Jengkolan terjadi saat asam jengkolat yang memang sulit larut dalam air akhirnya mengendap dalam ginjal, membentuk kristal padat hingga bisa berakibat sulit membuang air seni. Jika pH darah kita netral, asam jengkolat aman-aman saja, tapi jika cenderung asam (pH kurang dari 7) asam jengkolat membentuk kristal tak larut. Apakah karena porsi yang berlebihan yang bisa membuat orang jengkolan? Mungkin. Namun, meskipun jengkolan dikenal dan ditakuti banyak orang tapi saya sendiri belum pernah menemui kasus jengkolan pada diri saya atau keluarga dan teman yang juga pemakan jengkol. Risiko terkena jengkolan ini tidak tergantung pada banyaknya jengkol yang Lalu apa khasiatnya jengkol ini? Masih sedikit saya temukan, yang seringdikonsumsi, tetapi bergantung pada kerentanan tubuh seseorang. Orang yang rentan, mengonsumsi sedikit jengkol saja dapat menyebabkan terjadinya jengkolan. Apa yang memengaruhi kerentanan seseorang terhadap asam jengkolat belum jelas, tapi diduga akibat faktor genetik dan lingkungan. disebut-sebut adalah memiliki fungsi mencegah diabetes dan baik untuk kesehatan jantung. Referensi lain tak saya temukan, mungkin ada banyak di perpustakaan atau lembaga riset nasional, tapi karena tak ada di web tidak saya cari lebih detil lagi. Tanaman jengkol sendiri diperkirakan memiliki kadar penyerapan air yang tinggi dari dalam tanah. "Pohon Jengkol diperkirakan dapat menyerap air lebih banyak dibanding tumbuhan lain. Dengan kata lain dengan ditanaminya pohon Jengkol di lereng-lereng gunung dan bukit disekitar sumber mata air di Bogor maka kemungkinan besar terjadinya banjir akan sangat kecil." Begitu ujar Direktur Hutan Pendidikan Gunung Walat, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Dr. Ir. Supriyanto. Selain disemur, jengkol sering pula dibuat menjadi keripik seperti halnya emping dari melinjo, jengkol ditumbuk/digencet hingga pipih, dikeringkan dan digoreng dengan minyak panas. So ... selamat makan jengkol yak .... |
Sabtu, 16 April 2011
Sejarah Jengkol
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar