Secara fisiologis, sebenarnya pola kehidupan manusia mempunyai irama sirkadian diurnal. Jika siklus ini ditambah dengan beban untuk melaksanakan salat tahajut di malam hari, maka ia akan berubah menjadi nokturnal. Hal ini akan melahirkan perubahan perilaku dari sistem syaraf pusat yang bertujuan beradaptasi dengan irama sirkadian --sebuah irama kehidupan yang memiliki siklus selama 24 jam-- untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan.( lih, h:3)
Temuan dan penggabungan antara nalar normatif deduktif (kesadaran religius) dengan fakta sains ini, akan memperlebar kemungkinan yang lebih besar tentang makna dan manfaat praktis salat tahajut dalam kancah perkembangan teknologi medis dan analisa bidang bio-teknologi.
Oleh karena itu, pelaksanaan ritual ini dapat digunakan sebagai alternatif tekhnik untuk meningkatkan respon ketahanan tubuh imunologik, dan menghilangkan rasa nyeri pada pasien penyakit kanker. Selain itu, untuk meningkatkan respon emosional positif yang efektif dalam menegakkan anastesis pra-bedah. Jadi, selain mendapatkan nilai ibadah, salat tahajut dapat memberikan nilai tambah teknologi dalam bidang kedokteran.
Tujuan salat adalah pengakuan hati bahwa Allah sebagai Sang Pencipta adalah Maha Agung, Maha kekal, dan Maha Abadi. Bagi yang melaksanakan salat dengan khusuk dan ikhlas, maka hubungan dengan Allah Swt akan semakin kukuh, kuat, dan mampu beristiqamah dalam beribadah kepadaNya yang disertai dengan menjalankan ketentuan yang sudah digariskan-Nya. (lih, h:109)
Hikmah lain dari pengamalan salat tahajut adalah hilangnya perasaan pesimis, rendah diri, minder, kurang berbobot. Semuanya akan berganti dengan sikap selalu optimis, penuh percaya diri, dan pemberani tanpa bersifat sombong dan takabur. Oleh karena itu, salat tahajut dapat menjaga homeostasis tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa Allah Swt mensyariatkan salat tahajut agar dijalankan dengan ikhlas bukan untuk kepentingan Allah semata, melainkan kepentingan diri sendiri sebagai perwujudan penghambaan kepada Sang Khaliq.
Kemudian secara anatomik, fisiologi struktur tubuh manusia terdiri dari sel, jaringan, dan organ. Dalam teori biokimia, sel berasal dari reaksi atom Carbon ©, Hidrogen (H), Oksigen (O) adan Nitrogen (N). Teori ini mengakui bahwa air dan tanah merupakan pembentuk sel hidup. Sedangkan syarat mutak untuk hidup adalah ada pertukaran zat yang berlanjut dengan peristiwa kimiawi, mulai dari sel, molekul, sampai pada atom, yang disebut sebagai proses metabolisme dalam tubuh. Oleh karena itu, menurut teori ini bahwa ruh atau jiwa itu tidak lain hanyalah energi yang dihasilkan dari sistem yang sering disebut dengan atom energi.( h:122)
Sekitar tahun 1950-an, Mc. Laland, seorang ahli neurologi, mengemukakan bahwa pusat emosi terletak pada sistem limbik dengan hipokampus. Namun, pada penelitian Joseph Le Doux membuktikan, bahwa hipokampus kurang terlibat langsung dalam emosi. Sedangkan prefrontal-amigdala merupakan bagian penting bagi letak emosi. Pendapat lain mengemukakan bahwa masing-masing emosional mungkin memerlukan wilayah otak tertentu. Namun, pemikiran yang mutakhir menyebutkan, bahwa tidak ada otak yang terdefisinikan secara rapi. Melainkan terdapat sejumlah sistem sirkuit yang menyebarkan sebuah pengaturan secara emosi tertentu ke bagian otak yang berjauhan. (h:126-127).
Salat tahajut yang dilakukan secara kontinu, tepat, khusuk, dan ikhlas dapat menumbuhkan respon emosi berupa persepsi dan motivasi positif dan mengefektifkan coping, serta dapat beradaptasi terhadap pola perubahan irama sirkadian dalam tubuh. Dengan demikian, salat tahajut selain bernilai ibadah juga sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol kognisi dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif, dan coping yang efektif. Emosional positif ini dapat menghindarkan reaksi stres.
Meskipun disadari, bahwa kebenaran ilmiah itu bersifat relatif dengan meyakini adanya kebenaran wahyu, penelitian ini secara optimistis membuktikan bahwa adanya kebenaran wahyu, baik yang tertuang dalam Al-Qur’an maupun As-Sunah tentang manfaat dan anugerah besar yang juga sekaligus memberikan bahan renungan kepada sinyalemen yang berpendapat bahwa kebenaran agama itu mustahil dan ternyata dapat dibuktikan secara ilmiah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar